Jumat, 30 Januari 2009

BOS DAN FENOMENANYA

BOS DAN FENOMENANYA

* AH. HAMDAH

Dana Operasional Sekolah atau lebih akrab dengan sebutan BOS disatu sisi memang sangat membantu orang tua dalam pembiayaan sekolah putra putrinya. Tuntutan pemerintah akan batas nilai kelulusan dirasa sangat memberatkan siswa dalam sisi yang lain. Pemerintah jangan merasa telah berhasil dalam program Ujian Nasionalnya dengan menaikkan batas nilai kelulusan siswa, sebab data pemerintah tentang kwalitas nilai kelulusan siswa masih sangat diragukan.


Gaung janji pak Mentri menyeruak di pagi hari. Obrolan “Sekolah gratis” menjadi lalapan di warung mbok Marni.

Wah..kalau jadi beneran sekolah bakal gratis..tis aku gak pusing lagi mikirin Toni, khayal pak Romli, meskipun selama ini SPP sudah gratis namun pengeluaran untuk yang lain masih cukup banyak seperti beli seragam, buku serta iuran yang lain.

Disisi lain pak Romli juga cemas. Aku takut anak kita tidak lulus ujian bu, suara pak Romli mengagetkan istrinya bu Romlah yang asik memasak di dapur. Sekarang sekolah itu lulusnya susah harus mengikuti kepandaiannya anak kota. Masak nilai bahasa Inggris dan matematika harus sama dengan anak kota yang punya laboratorium canggih dan system pengajaran yang professional ?? ini jelas pertandingan yang tidak fair !!

Suara pak Romli meninggi bak anggota dewan yang berhadapan dengan pak mentri. Sedangkan sekolahnya si Toni, ibu khan tahu sendiri !! Jangankan laboratorium Bahasa Inggris, gurunya sendiri saja tak becus berbahasa Inggris, untung aja si Toni aku ikutkan kursus bahasa Inggrisnya pak Mitro yang jebolan sastra inggris itu. Sudahlah pak jangan terlalu dipikirkan kita do’akan saja Toni nanti lulus, syukur-syukur nilainya bagus, redam bu Romlah.

Lho ndak bisa ! Aku ndak hanya mikirkan Toni, tapi anak-anak lain di desa ini, lha bagaimana nasib si Bejo, Yanto, Dewi yang tidak ikut les privat, terus nasibnya anak-anak di pedalaman dan pengungsian ? saya haqqulyaqin mereka banyak yang ndak lulus jika tidak dikasih contekan. Hush…! Jangan su’udzon gitu, dosa pak-dosa! Bu Romlah mengingatkan. Lho aku ndak mengada-ada kok ini yang kudengar dari orang-orang di warung mbok Marni, hal ini sudah menjadi rahasia umum bahwa siswa yang pandai akan memberi contekan siswa yang dodol (baca, bodoh) hal ini memang atas intruksi guru, di kota malah lebih parah kabarnya.

Lha…kalau ada siswa yang tak lulus di desa kita ini siapa yang malu ? jelas aku malu karena aku RT nya, pak Andik juga malu karena Lurahnya, pak Ghofron juga malu karena kepala sekolahnya, pak Hasan juga malu karena camatnya, bu Tutik juga malu karena Bupatinya, pak Pratomo juga malu karena gubernurnya, pak Dibyo juga malu karena Mentrinya, apalagi pak Yono pasti sangat malu kalau banyak rakyatnya yang tidak lulus, karena negara tetangga akan banyak yang mentertawakan sebab tahu kita negara besar tapi bodoh-bodoh. Wah celaka kalau sampai ini terjadi!! maka jangan salahkan kalau banyak guru yang memberi jawaban pada muridnya tatkala ujian berlangsung, ya itu tadi masalahnya...banyak yang malu..!! Apalagi kalau sampai si anak malu terus stress dan tidak mau sekolah lagi, siapa yang tanggungjawab? Cerocos pak Romli ndak putus-putus. “Menurut bapak siapa, apa sekolah?” Tanya bu Romlah. Bukan, tapi pemerintah!!! Lha koq bisa…!! Ya, karena pemerintah sotoriter..!!. Bukannya otoriter pak..! bu Romlah mencoba membenarkan ucapan suaminya. Ya apalah, aku sendiri lupa pokoknya yang maksudnya maksa-maksa gitu lho….!

Mentang-mentang sekolah sudah dibiayai kemudian minta nilai siswa harus tinggi, ini namanya pemerkosaan, seharusnya tuntutan nilai itu gradually tidak langsung tinggi seperti sekarang ini jangan niru negeri tetangga yang sudah mumpuni dalam infrastrukutur dan suprastrukturnya, kalau itu terus dipaksakan nanti outputnya memprihatinkan, nilai ujiannya buuagus-bagus sementara nol diaplikatifnya, ini bencana bu..!! Maunya bapak gimana? Ya sekolah tetap digratiskan bahkan alokasinya diperbesar yang penggunaannya harus diawasi betul.. jangan sampai bocor, kesejahteraan guru juga harus diperhatikan baik yang negeri maupun yang masih partikelir, pak Romli berlagak kayak Efendi Choiron seorang anggota dewan pusat. Kira-kira pengumuman besok ini gimana, apa ada yang nggak lulus pak..? Lho… masih tanya lagi, anak-anak itu sekarang kan hebat-hebat, mereka pasti lulus semua karena hasil sebuah rekayasa bersama tadi itu. Lho….su’udzon lagi cegah bu Romlah.

Kalau seandainya ada yang nggak lulus? Lanjut bu Romlah. Ya bisa saja khan pemerintah berapologi ini keniscayaan dari sebuah perubahan”. Wah… bapak ini juga jago diplomasi ya, udah pantas jadi Caleg lho pak…goda bu Romlah sambil membalikkan ikan asin yang hampir gosong kesukaan sang suami. Lelaki parohbaya itu pun ngeloyor pergi bak Laksamana ChengHo


* Pemerhati Pendidikan di daerah Pinggiran

Telp. : (0321) 7283393 / 085646183366


Tidak ada komentar:

Posting Komentar